Jumat, 05 Februari 2016

Celepuk Siau

Apakah kalian mengenal atau pernah mendengar nama burung ini? Belumkah... Aku sendiri baru mengenal burung ini dan sangat penasaran seperti apakah burung yang memiliki nama unik ini. Semoga kalian juga merasa demikian dan  dengan ikhlas mau membaca sedikit ulasan tentang burung endemik yang dimiliki oleh Indonesia ini. Selamat membaca J...

Kerajaan       : Animalia
Filum            : Chordata
Kelas             : Aves
Ordo              : Strigiformes
Famili           : Strigidae
Genus            : Otus
Spesies          : O. siaoensis
Nama binomial: Otus siaoensis (Schlegel, 1873). Nama Indonesia: Celepuk siau.

Celepuk siau (Otus siaoensis) merupakan salah satu burung langka dan terancam punah di dunia. Burung celepuk siau adalah burung endemik yang hanya terdapat di sebuah pulau kecil bernama “Siau” di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Burung yang masuk dalam kategori keterancaman tertinggi, Kritis (Critically Endangered) ini tidak lagi pernah terlihat kembali sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1866. Celepuk siau merupakan anggota burung hantu (ordo Strigiformes) yang dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai Siau Scops-owl. Sedangkan dalam nama ilmiah (latin) celepuk ini diberi nama Otus siaoensis.
Inilah ciri-cirinya
Belum banyak data yang bisa menggambarkan ciri, habitat dan persebaran burung ini. Burung celepuk siau mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil, panjangnya sekitar 17 cm. Seperti burung hantu lainnya, terutama celepuk, burung endemik pulau Siau ini mempunyai ukuran kepala dan sayap yang relatif besar. Burung langka ini termasuk binatang nokturnal yang lebih banyak aktif di malam hari terutama untuk berburu mangsa. Di siang hari, celepuk siau (Otus siaoensis) banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat.
Burung celepuk siau diyakini hanya terdapat di satu tempat yakni pulau Siau (Koordinat: 2°43’22″N   125°23’36″E) di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Di duga binatang endemik ini mendiami daerah di sekitar Danau Kepetta yang terletak di bagian Selatan Pulau Siau. Selain itu juga di sekitar Gunung Tamata yang berada di bagian tengah Pulau Siau. Meskipun populasi di habitat tersebut hanya berdasarkan pengakuan masyarakat sekitar.
Lokasi pulau Siau, Sulawesi Utara (ditunjukkan anak panah)
Populasi burung endemik ini tidak diketahui dengan pasti, namun berdasarkan persebarannya yang hanya terbatas di pulau dan penampakan langsung yang jarang sekali, celepuk siau dikategorikan oleh IUCN Redlist dalam status konservasi Kritis (Critically Endangered) sejak tahun 2000. CITES juga memasukkan celepuk ini dalam Apendix II sejak 1998. Bahkan penampakan visual burung ini secara langsung tidak pernah terjadi lagi sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1866. Langkanya celepuk siau (Otus siaoensis) dimungkinkan karena berkurangnya habitat akibat deforestasi hutan untuk pemukiman maupun lahan pertanian.
Anehnya, meskipun telah terdaftar sebagai salah satu burung yang paling langka dan terancam kepunahan tapi ternyata burung ini tidak termasuk dalam salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia. Entah karena kealpaan, sehingga burung ini lolos dari daftar satwa yang dilindungi Undang-undang Indonesia. Jumlah populasi, endemikitas, dan jarangnya penampakan membuat celepuk siau (Otus siaoensis) menjadi incaran para pengamat dan peneliti burung dari seluruh penjuru dunia. Namun hingga kini tidak satupun para peneliti tersebut yang dapat mengungkap keberadaan celepuk siau, apalagi bertemu langsung dengan spesies ini.
Organisasi sebesar UICN Redlist bekerja sama dengan Birdlife Internasional pernah mengadakan penelitian keberadaan burung celepuk siau ini pada 1998. Namun survey selama 32 hari itu tidak berhasil menemukan data keberadaan burung endemik langka ini, kecuali berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat. Hingga saat ini beberapa LSM lingkungan hidup lokal masih terus memburu eksistensi dan mengumpulkan data tentang burung celepuk siau ini dengan sokongan dana dari Wildlife Conservation Society. Semoga mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka butuhkan sehingga kita bisa mengenal lebih jauh burung ini dan mempekenalkan mereka dimata dunia.


Salah Satu Burung Endemik Sumatera Utara

 
Kalian tahu dari mana asal burung yang satu ini? Luar  negerikah? Kalian salah, burung ini merupakan fauna khas yang berasal dari Pulau Sumatera. Dan dari segala jenis burung, Burung Beo merupakan salah satu yang paling unik. Mengapa begitu? Ini dikarenakan spesies ini mampu berbicara dengan cara mengulang perkataan manusia yang didengarnya. Subhanalah Waaww banget kan... J

          Di bumi pertiwi kita sendiri, salah satu provinsi yang dianugerahi kekayaan endemik Beo adalah Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara. Betapa beruntung pulau ini karena memiliki salah satu jenis burung pintar ini. Dan bahkan, Beo dari Nias ini tidak hanya mampu menirukan ucapan Anda, melainkan juga suara – suara lain yang didengarnya. Karena kecerdasannya, burung ini menjadi identitas Sumatera Utara. Maka dari itu tidak heran jika burung Beo Nias termasuk jenis Beo paling dicari di Indonesia.
Burung  ini dilindungi oleh negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970. Ia mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis burung beo lainnya. Bagi orang awam yang tidak mengerti tentang burung beo, mungkin melihat burung Beo Nias ini tidak ada bedanya dengan burung beo lainnya, namun bagi Anda penggemar mereka tentu akan mudah membedakannya karena tubuh burung Beo Nias terlihat lebih besar dan lebih gagah.

Inilah ciri-cirinya
Burung Beo Nias memiliki ciri yaitu pada bagian kepala memiliki bulu yang pendek. Di sepanjang cuping telinga menyatu di belakang kepala yang berbentuk gelambir (seperti jengger ayam) yang ada di telinga dan berwarna kuning mencolok. Di bagian sisi kepala dari burung Beo Nias terdapat juga sepasang pial yang berwarna kuning. Iris matanya berwarna coklat gelap. Paruhnya besar serta runcing dan memiliki warna kuning oranye. Pada bagian tubuhnya, tertutup bulu yang berwarna hitam pekat, namun di ujung sayap bulunya berwarna putih. Pada bagian kedua kakinya berwarna kuning dan memiliki jari kaki yang berjumlah empat. Tiga jari menghadap ke depan dan jari lainnya menghadap ke belakang.
Burung Beo Nias memiliki nama latin Gracula religiosa robusta atau Gracula robusta, hidup secara berkelompok atau berpasangan ini hanya bisa ditemui di Pulau Nias dan sekitarnya, seperti Pulau Babi, Pulau Simo, Pulau Tuangku dan Pulau Bangkaru. Biasanya burung Beo Nias membuat sarang mereka di batang pohon tinggi yang berdiri tegak dengan melubanginya. Bersama kelompoknya, Burung Beo Nias ini sangat suka tinggal di alam terbuka.
Burung jenis Beo Nias ini memiliki makanan kesukaan yaitu berupa buah-buahan, biji-bijian, dan juga serangga. Dalam berkembangbiak ia memiliki musim bertelur, yaitu antara bulan Desember hingga bulan Mei. Biasanya pohon-pohon yang sudah lapuk atau batang pohon tinggi yang masih berdiri tegak, menjadi tempat yang nyaman dipilih oleh para betina yang hendak bertelur ini. Biasanya betina burung beo yang mulai punah populasinya akan menelurkan 2 hingga 3 butir telur, dan mereka akan mengerami telur yang biasanya berwarna biru muda dengan bercak coklat dan ungu muda dengan ukuran telur yang rata-rata 26-37 mm ini selama kurang lebih tiga minggu lamanya.
Akan tetapi sayangkarena keunikannya, burung Beo Nias yang cantik ini terancam populasinya di dunia. Semakin banyaknya pemburu yang menginginkan burung ini berdampak pada berkurangnya jumlah dari burung yang didaftar sebagai Least Concern dalam IUCN Redlist dan CITES Apendiks II ini. Kasihan kan kalau kita kehilangan burung endemik yang cerdas ini. Oleh karena itu mari kita jaga populasi mereka agar burung ini tidak punah, karena kita bisa sangat menyesal jika mereka punah.

Sumber:  

Elang Flores

Kingdom   : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas        : Aves
Ordo        : Falconiformes
Famili       : Accipitridae
Genus       : Spizaetus
Species    : Spizaetus floris.
Kenalkah kalian burung yang satu ini? Pasti banyak dari kalian yang mengenal burung  yang satu ini. Predator yang satu ini sering muncul dalam soal-soal yang berkaitan dengan rantai makanan. Kali ini akan aku bahas salah satu burung dari family Accipitridae ini tetapi yang berasal dari negeriku tercinta Indonesia. Selamat membaca J
Burung Elang Flores merupakan salah satu jenis raptor (burung pemangsa) endemik yang dimiliki Indonesia. Tetapi elang flores yang merupakan burung pemangsa endemik flores (Nusa Tenggara) ini kini menjadi raptor yang paling terancam punah disebabkan populasinya yang diperkirakan tidak melebihi 250 ekor sehingga masuk dalam daftar merah (IUCN Redlist) sebagai Critically Endangered (Kritis). Status konservasi dan jumlah populasi ini jauh di bawah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang status konservasinya Endangered (Terancam).
Burung ini dalam bahasa inggris dikenal sebagai Flores Hawk-eagle. Dalam bahasa ilmiah (latin) dikenal sebagai Spizaetus floris. Elang flores (Spizaetus floris) semula dikelompokkan sebagai anak jenis (subspesies) dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dengan nama ilmiah (Spizaetus cirrhatus floris). Tetapi mulai tahun 2005, elang flores ditetapkan sebagai spesies tersendiri. Dan saat itu pula, elang flores yang merupakan raptor endemik Nusa Tenggara dianugerahi status konservasi Critically Endangered.
Inilah ciri-cirinya
Elang ini mempunyai ukuran tubuh yang sedang, dengan tubuh dewasa berukuran sekitar 55 cm. Pada bagian kepala berbulu putih dan terkadang mempunyai garis-garis berwarna coklat pada bagian mahkota. Tubuhnya coklat kehitam-hitaman. Sedangkan dada dan perut raptor endemik flores ini ditumbuhi bulu berwarna putih dengan corak tipis berwarna coklat kemerahan. Ekor elang flores berwarna coklat yang memiliki garis gelap sejumlah enam. Sedangkan kaki burung endemik ini berwarna putih.
Seperti jenis burung pemangsa lain, elang yang tubuh bagian bawahnya berwarna putih ini menyukai hutan dataran rendah dan submontana hingga ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Teknik memangsanya yang mudah terlihat adalah berburu dari tenggeran dan terbang mengangkasa memanfaatkan aliran udara panas (thermal soaring).
Elang ini merupakan raptor (burung pemangsa) endemik Nusa Tenggara yang hanya dapat ditemukan di pulau Flores, Sumbawa, Lombok, Satonda, Paloe, Komodo, dan Rinca. Burung ini biasa mendiami hutan-hutan dataran rendah dan hutan submontana hingga ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut.
        Kecenderungan populasinya yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkannya sebagai jenis “satu langkah menuju kepunahan” (Critically Endangered/CR). Pemerintah sendiri menetapkan burung ini sebagai jenis dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tetapi nama resmi genus Elang Flores kini berubah dari Spizaetus menjadi Nisaetus. Sehingga nama latin hewan ini yang resmi adalah Nisaetus floris. Di Indonesia, beberapa jenis Nisaetus yang kita kenal selain elang Flores adalah elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang wallace (Nisaetus nanus), elang brontok, elang gunung (Nisaetus alboniger), dan elang sulawesi (Nisaetus lanceolatus). Semoga kita bisa mempertahankan keberadaan raptor kebanggaan bumi ini agar mereka tidak punah. Sehingga kita bisa terus melihatnya berada di bumi pertiwi ini.

Sumber:


Minggu, 31 Januari 2016

Si Burung Besar yang Indah Menawan

Tahukah kalian burung apakah itu? Nah inilah sedikit cerita tentang mereka. Burung ini merupakan burung yang cukup menarik untuk kita ketahui. Jadi jangan bosan ya membacanya. J

Kerajaan          : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Struthioniformes
Famili              : Casuariidae
Genus              : Casuarius
Spesies            : Casuarius casuarius, Casuarius unappendiculatus dan Casuarius bennetti.
Kasuari merupakan sebangsa burung yang punya ukuran tubuh sangat besar dan tidak mampu terbang. Kasuari yang juga dilindungi di Indonesia dan juga menjadi fauna identitas provinsi Papua Barat. Burung ini terdiri atas tiga jenis (spesies). Ketiga spesies Kasuari yaitu Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius), dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Burung Kasuari merupakan burung besar yang indah menawan. Namun perlu kalian tahu, dibalik keindahan yang dimilikinya, burung Kasuari ini mempunyai sifat yang agresif dan cenderung galak jika diganggu. Burung bergenus Casuarius ini sangat galak dan pemarah dan tidak segan-segan mengejar ‘korban’ atau para pengganggunya. Wahh..ngeri juga ya. Karenanya di kebun binatangpun, Kasuari tidak dibiarkan berkeliaran bebas. Bahkan konon, The Guinnes Book of Records memasukkan burung Kasuari sebagai burung paling berbahaya di dunia. Meski untuk rekor ini saya belum dapat  melakukan verifikasi ke situs The Guinness Book of Records.
Kasuari merupakan burung endemik yang hanya hidup di pulau Papua dan sekitarnya, kecuali Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) yang dapat juga ditemukan di benua Australia bagian timur laut. Dalam bahasa Inggris, Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) disebut (Southern Cassowary), Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) disebut (Northern Cassowary) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) disebut sebagai (Dwarf Cassowary).

Ini nih ciri-ciri dan tingkah laku mereka
Burung ini mempunyai ukuran tubuh yang berukuran sangat besar, kecuali Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) yang ukuran tubuhnya lebih kecil. Burung Kasuari tidak dapat terbang. Burung kasuari dewasa mempunyai tinggi mencapai 170 cm, dan memiliki bulu berwarna hitam yang keras dan kaku. Dan lagi di atas kepalanya, Kasuari memiliki tanduk yang tinggi berwarna kecokelatan. Burung betina serupa dengan burung jantan, dan biasanya berukuran lebih besar dan lebih dominan.
Yang ini nih yang berbahaya buat kita. Kaki burung Kasuari sangat panjang dan kuat. Kaki ini menjadi senjata utama burung langka dan dilindungi ini. Kaki burung Kasuari mampu menendang dan merobohkan musuh-musuhnya, termasuk manusia, hanya dengan sekali tendangan. Mungkin karena tendangan dan agresifitasnya ini tidak berlebihan jika kemudian The Guinness Book of Records menganugerahinya sebagai burung paling berbahaya di dunia. Pada Kasuari Gelambir Ganda terdapat dua buah gelambir berwarna merah pada lehernya dengan kulit leher berwarna biru.. Sedangkan pada Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), sesuai namanya hanya mempunyai satu gelambir.
Burung ini juga termasuk satwa yang dilindungi dari kepunahan ini memakan buah-buahan yang jatuh dari pohonnya. Burung Kasuari biasa hidup sendiri, dan berpasangan hanya pada saat musim kawin saja. Uniknya, anak burung dierami oleh Kasuari jantan.
Meskipun Kasuari memiliki tubuh yang besar, namun ternyata tidak banyak yang diketahui tentang burung endemik papua ini. Apalagi untuk spesies Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).

Berikut Habitat dan Penyebaran
Burung Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) merupakan satwa endemik pulau Papua (Indonesia dan Papua New Guinea), sedangkan Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) selain di pulau Papua juga terdapat di pulau Seram (Maluku, Indonesia) dan Australian bagian timur laut. Burung Kasuari mempunyai habitat di daerah hutan dataran rendah termasuk di daerah rawa-rawa.
Populasi burung Kasuari tidak diketahui dengan pasti namun diyakini dari hari ke hari semakin mengalami penurunan. Karena itu IUCN Redlist memasukkan burung Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) dan Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dalam status konservasi Vulnerable (Rentan) sejak tahun 1994. Sedang Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) diberikan status konservasi Near Threatened (Hampir Terancam). Ancaman kepunahan burung Kasuari lebih karena perburuan baik untuk mendpatkan daging, bulu ataupun telurnya. Yahh kasihan banget ya mereka. kalian jangan ikut-ikutan mereka ya. Kita harus menjadi penjaga populasi mereka dan melindungi mereka dari ancaman pihak yang tidak bertanggung jawab.


Burung Enggang Khas Indonesia

Hallo semuanya...Disini aku akan membagi informasi menarik seputar burung Enggang, tentunya yang berasal dari Indonesia. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk kalian. Selamat membaca J
Kerajaan          : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Bucerotiformes
Famili              : Bucerotidae
Negara Indonesia merupakan negara yang cukup banyak memiliki jenis burung seperti halnya burung Rangkong. Dari 57 spesies burung Rangkong yang terdapat di seluruh dunia tepatnya tersebar di Asia dan Afrika ,ternyata 14 diantaranya terdapat di Indonesia. Keanekaragaman burung Rangkong itu makin terasa lantaran tiga jenis diantaranya merupakan endemik Indonesia yang tidak terdapat di negara lain.Waww...kita patut bersyukur lagi tuh.
Burung dikenal juga sebagai Julang, Enggang, dan Kangkareng atau dalam bahasa Inggris disebut Horbbill merupakan nama burung yang tergabung dalam suku Bucerotidae. Burung ini mempunyai ciri khas yaitu terdapat pada paruhnya yang mempunyai bentuk menyerupai tanduk sapi. Burung ini memiliki nama ilmiahnya, “Bucerotidae” yang mempunyai arti “tanduk sapi” dalam bahasa Yunani.
Berikut ketiga Rangkong atau Enggang endemik Indonesia adalah:
  • Rangkong Sulawesi atau Julang Sulawesi Ekor Hitam (Rhyticeros Cassidix) : Rangkong jenis ini merupakan satwa endemik pulau Sulawesi dan sekaligus menjadi fauna identitas Sulawesi Selatan. Satwa yang nama ilmiahnya bersinonim dengan Aceros cassidix ini oleh masyarakat setempat lebih dikenal atau biasa dipanggil juga sebagai Rangkong Buton, Burung Taonn, Burung Alo.
  • Julang Sulawesi Ekor Putih atau Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus): Julang Sulawesi Ekor Putih merupakan endemik pulau Sulawesi
  • Julang Sumba (Rhyticeros averitti): Julang Sumba merupakan satwa endemik Sumba, Nusa Tenggara Barat. Selain disebut Julang Sumba burung ini juga disebut Goanggali, Nggokgokka, atau Rangkong Sumba.
Dan perlu kalian ketahui, selain ketiga Rangkong endemik yang terdapat di Sulawesi dan Sumba tersebut masih terdapat jenis-jenis Rangkong lainnya yang ternyata tersebar di Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Inilah jenis-jenis itu diantaranya:
1.   Kangkareng Perut-putih atau Burung Kelingking (Anthracoceros albirostris)
2.  Kangkareng Hitam atau Enggang Gatal Birah atau Burung Kekek (Anthracoceros malayanus)
3.  Enggang Cula atau Rangkong Badak atau Burung Tahun-tahun (Buceros rhinoceros)
4.  Enggang Papan atau Rangkong Papan (Buceros bicornis)
5.  Enggang Gading atau Rangkong Gading atau Enggang Terbang Mentua (Rhinoplax vigil)
6.   Enggang Klihingan atau Enggang Konde atau Julang Jambul Abu-abu atau Burung Arau atau
    Burung Belukar (Anorrhinus galeritus)
7.   Enggang Jambul atau Enggang Jambul Putih (Berenicornis comatus)
8.   Julang Jambul Hitam atau Enggang Berkedut (Aceros corrugatus)
9.  Julang Emas atau Julang Mas atau Enggang Musim atau Enggang Gunung (Rhyticeros undulatus)
10.Rangkong Dompet (Rhyticeros subruficollis)
11. Rangkong Dompet (Rhyticeros plicatus)


Ini nih yang tidak boleh dilupakan, kalian tahu Enggang Gading atau Enggang Terbang Mentua (Rhinoplax vigil) merupakan satwa yang dijadikan maskot (fauna identitas) Kalimantan Barat. Sedangkan Rangkong Papan (Buceros bicornis) merupakan jenis Rangkong yang paling besar yang memiliki panjang tubuh mencapai 160 cm. Waww lagi tuh..
Disini ayo kita kenali mereka:
Dilihat dari segi umum burung Rangkong atau Enggang mempunyai ciri khas berupa paruh yang sangat besar menyerupai tanduk. Di Indonesia, ukuran tubuh Rangkong sekitar 40 – 150 cm, dengan rangkong terberat mencapai 3.6 Kilogram. Umumnya warna bulu Rangkong didominasi oleh warna hitam (bagian badan) dan putih pada bagian ekor. Sedangkan warna bagian leher dan kepala cukup bervariasi. Ciri khas burung rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara “calling”, seperti yang dipunyai Rangkong Gading (Buceros vigil) dengan “calling” seperti orang tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar hingga radius 3 Km.
Burung Rangkong tersebar mulai dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia Tenggara, New Guinea dan Kepulauan Solomon Sebagian besar hidup di hutan hujan tropis. Rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran rendah dan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Makanan Rangkong terutama buah-buahan dan sesekali binatang2 kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga.
Yang disayangkan, makin hari populasi Rangkong di Indonesia makin menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kawasan (habitat) sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan dan tempat bersarang, dan perburuan Rangkong. Huhhh ini pasti ulah manusia lagi, manusia memang selalu kurang dengan nikmat yang telah mereka dapatkan dan ingin memperoleh lebih dengan jalan yang salah. Dan  terkadang mereka tidak sadar telah menyakiti makhluk lain. Semoga kita tidak menjadi manusia yang seperti itu.

Referensi: http://www.iwf.or.id; rangkongs.co.cc; wikipedia; zipcodezoo.com;



Jumat, 29 Januari 2016

Burung Madu Sangihe Si Pematah Leher

Loh....apaan tuh..pematah leher...nahh loh penasarankan? Langsung saja ayo kita baca ulasannya..pelan-pelan saja ya J


Burung Madu Sangihe yang kerap dianggap sebagai burung pematah leher oleh para birdwatcher (pengamat burung). Hal ini lantaran burung pemakan madu yang endemik pulau Sangihe, Sulawesi ini sulit diamati terutama saat memakan madu di tajuk-tajuk pohon yang tinggi. Sehingga setelah mengamati burung ini dijamin leher pasti akan kaku lantaran terlalu lama mendongak. Ohh ternyata begitu toh kenapa mereka bisa dijuluki burung pematah leher, lucu dehh.
Burung Madu Sangihe yang mempunyai lama latin Aethopyga duyvenbodei merupakan burung endemik pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Burung ini termasuk satu diantara burung langka Indonesia yang berstatus endangered (terancam punah). Bahkan, lantaran persebarannya yang terbatas di pulau Sangihe dan beberapa pulau sekitarnya, burung pemakan madu ini pernah dianggap sebagai burung paling langka di kawasan Wallacea (Indonesia bagian tengah). Burung ini dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Elegant Sunbird atau Sanghir Sunbird. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) didiskripsikan sebagai Aethopyga duyvenbodei (Schlegel, 1871).
Dan ini sedikit deskripsinya. Burung ini berukuran kecil sekitar 12 cm. Burung jantan memiliki bulu bagian kepala atas berwarna hijau metalik dan biru, sekitar telinga berwarna ungu kebiruan sedangkan bagian punggung berwarna kekuningan, dan tunggir dan tenggorokan kuning. Burung Madu Sangihe (Aethopyga duyvenbodei) betina bagian atasnya berwarna zaitun kekuningan, sedangkan bagian tunggir, tenggorokan, dan bagian bawah berwarna kuning. Paruhnya relatif panjang dan melengkung.
Ukuran Elegant Sunbird yang kecil dan gerakannya gesit sehingga terkadang sulit diamati. Burung ini sering kali di dapati sendiri atau hidup berpasangan. Terkadang juga dalam kelompok-kelompok kecil. Selain memakan madu burung ini juga makan serangga dan laba-laba. Suara burung ini belum terdiskripsikan dengan pasti tapi cenderung tinggi. Persebaran burung Madu Sangihe terbatas (endemik) di pulau Sangihe dan pulau-pulau sekitar di Sulawesi Utara. Beberapa lokasi yang tercatat sebagai habitat burung ini antara lain Gunung Awu, Pegunungan Sahendaruman, Tabukanlama, Petta, Tahuna, Ulung Peliang dan Kedang.


 Habitat yang disukai burung Madu Sangihe (Aethopyga duyvenbodei) antara lain hutan primer, perkebunan campuran di tepi hutan dan hutan sekunder, semak-semak, mulai dari dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1000 m dpl. Populasi burung endemik Sulawesi Utara ini semakin hari semakin menurun. Menurut data http://www.birdlife.org (2002) berdasarkan penlitian lapangan pada 1998-1999, populasinya diperkirakan berkisar antara 18.900-43.800 ekor. Penurunan populasi ini diakibatkan oleh deforestasi hutan akibat perambahan hutan dan alih fungsi hutan.
Mengingat daerah sebarannya yang terbatas dan jumlah populasinya yang semakin menurun, IUCN Redlist menetapkan Burung Madu Sangihe (Elegant Sunbird) dalam status konservasi endangered (terancam punah). Oleh pemerintah Indonesia, burung ini juga termasuk dalam burung yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.
Kesimpulannya,bagi kalian-kalian yang masih ingin melihat keindahan dan kelincahan Burung Madu Sangihe selain harus datang ke pulau Sangihe perlu juga menyiapkan tukang pijat, hehe. Karena saat mengamati burung ini leher bisa terasa seperti patah lantaran terlalu lama mendongak ke atas. Dan lagi kalian juga harus ikut serta melindungi mereka. O.K J

Referensi dan gambar:

Si Sempidan Sang Penghuni Hutan Primer




Waww....kali ini aku akan membahas satu hewan yang jarang orang tau (kecuali yang tahu ©©) beneran burung yang satu ini cantik ( menurutku sih J ). Jadi kalian juga harus tahu. O.K.Selamat membaca...

Sempidan Kalimantan (Lophura bulweri), juga termasuk suku Phasianidae yang hidup di permukaan tanah. Bersarang di tanah, tetapi tidur di pohon. Sayap pendek membulat, ekor umumnya panjang. Jantan biasanya sangat indah, sedangkan betina berwarna suram (untuk menyamar). Beberapa jenis mempunyai suara nyaring bersih. Banyak jenis yang menggunakan sayap untuk membuat bunyi mendengung atau menunjukkan gerakan bergoyang. Kebanyakan jantannya mempunyai taji pada kaki. Terbang hanya untuk jarak pendek, tetapi dapat berlari dengan baik.

Memiliki ukuran yang besar dan indah (jantan 77-80 cm, betina 55 cm). Jantan memiliki pial muka biru dan panjang, ekor putih melengkung berkembang. Tubuhnya hitam kebiruan dengan pinggiran bulu biru. Betina berwarna cokelat suram berbintik-bintik, kulit muka biru. Paruhnya berwarna tanduk gelap, kaki dan tungkai merah, jantannya bertaji kecil. Pada musim bercumbu mengeluarkan dengingan dan ratapan menusuk. Hanya dapat ditemukan di Pulau Kalimantan.

Menghuni hutan pegunungan primer dan hutan pegunungan bawah pada ketinggian 150-1.500 m. Terbatasnya penelitian lapangan yang dilakukan menyimpulkan bahwa Sempidan Kalimantan termasuk jenis yang suka berpindah-pindah. Burung ini sangat bergantung pada hutan dataran rendah, terutama untuk mencari makan, dan setelah berbiak burung ini kembali ke daerah pegunungan. Burung ini mungkin tidak akan menampakkan diri di area yang sama selama bertahun-tahun.

Diperkirakan jumlah totalnya antara 2.500-10.000 ekor dan terus mengalami penurunan. Ancaman utama terhadap burung ini adalah hilangnya habitat hutan akibat adanya kegiatan penebangan hutan komersial berskala besar, pembukaan hutan untuk dijadikan perkebunan karet dan kelapa sawit, kebakaran hutan, serta diperparah oleh kegiatan perburuannya untuk dikonsumsi. Diyakini pula bahwa akibat kegiatan pembukaan hutan tersebut akan memutuskan jalan menuju daerah untuk mencari makannya, dan demikian akan menurunkan kemampuan berbiaknya. Statusnya kini adalah rentan. (IUCN) yah..sayang bangetkan. Apakan kalian rela jika hewan secantik ini punah? Tidak bukan. Jadi sebaiknya kita bisa membatasi atau bahkan menghilangkan ego kita, sehingga kita tidak  merusak habitat mereka.