Jumat, 05 Februari 2016

Celepuk Siau

Apakah kalian mengenal atau pernah mendengar nama burung ini? Belumkah... Aku sendiri baru mengenal burung ini dan sangat penasaran seperti apakah burung yang memiliki nama unik ini. Semoga kalian juga merasa demikian dan  dengan ikhlas mau membaca sedikit ulasan tentang burung endemik yang dimiliki oleh Indonesia ini. Selamat membaca J...

Kerajaan       : Animalia
Filum            : Chordata
Kelas             : Aves
Ordo              : Strigiformes
Famili           : Strigidae
Genus            : Otus
Spesies          : O. siaoensis
Nama binomial: Otus siaoensis (Schlegel, 1873). Nama Indonesia: Celepuk siau.

Celepuk siau (Otus siaoensis) merupakan salah satu burung langka dan terancam punah di dunia. Burung celepuk siau adalah burung endemik yang hanya terdapat di sebuah pulau kecil bernama “Siau” di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Burung yang masuk dalam kategori keterancaman tertinggi, Kritis (Critically Endangered) ini tidak lagi pernah terlihat kembali sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1866. Celepuk siau merupakan anggota burung hantu (ordo Strigiformes) yang dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai Siau Scops-owl. Sedangkan dalam nama ilmiah (latin) celepuk ini diberi nama Otus siaoensis.
Inilah ciri-cirinya
Belum banyak data yang bisa menggambarkan ciri, habitat dan persebaran burung ini. Burung celepuk siau mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil, panjangnya sekitar 17 cm. Seperti burung hantu lainnya, terutama celepuk, burung endemik pulau Siau ini mempunyai ukuran kepala dan sayap yang relatif besar. Burung langka ini termasuk binatang nokturnal yang lebih banyak aktif di malam hari terutama untuk berburu mangsa. Di siang hari, celepuk siau (Otus siaoensis) banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat.
Burung celepuk siau diyakini hanya terdapat di satu tempat yakni pulau Siau (Koordinat: 2°43’22″N   125°23’36″E) di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Di duga binatang endemik ini mendiami daerah di sekitar Danau Kepetta yang terletak di bagian Selatan Pulau Siau. Selain itu juga di sekitar Gunung Tamata yang berada di bagian tengah Pulau Siau. Meskipun populasi di habitat tersebut hanya berdasarkan pengakuan masyarakat sekitar.
Lokasi pulau Siau, Sulawesi Utara (ditunjukkan anak panah)
Populasi burung endemik ini tidak diketahui dengan pasti, namun berdasarkan persebarannya yang hanya terbatas di pulau dan penampakan langsung yang jarang sekali, celepuk siau dikategorikan oleh IUCN Redlist dalam status konservasi Kritis (Critically Endangered) sejak tahun 2000. CITES juga memasukkan celepuk ini dalam Apendix II sejak 1998. Bahkan penampakan visual burung ini secara langsung tidak pernah terjadi lagi sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1866. Langkanya celepuk siau (Otus siaoensis) dimungkinkan karena berkurangnya habitat akibat deforestasi hutan untuk pemukiman maupun lahan pertanian.
Anehnya, meskipun telah terdaftar sebagai salah satu burung yang paling langka dan terancam kepunahan tapi ternyata burung ini tidak termasuk dalam salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia. Entah karena kealpaan, sehingga burung ini lolos dari daftar satwa yang dilindungi Undang-undang Indonesia. Jumlah populasi, endemikitas, dan jarangnya penampakan membuat celepuk siau (Otus siaoensis) menjadi incaran para pengamat dan peneliti burung dari seluruh penjuru dunia. Namun hingga kini tidak satupun para peneliti tersebut yang dapat mengungkap keberadaan celepuk siau, apalagi bertemu langsung dengan spesies ini.
Organisasi sebesar UICN Redlist bekerja sama dengan Birdlife Internasional pernah mengadakan penelitian keberadaan burung celepuk siau ini pada 1998. Namun survey selama 32 hari itu tidak berhasil menemukan data keberadaan burung endemik langka ini, kecuali berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat. Hingga saat ini beberapa LSM lingkungan hidup lokal masih terus memburu eksistensi dan mengumpulkan data tentang burung celepuk siau ini dengan sokongan dana dari Wildlife Conservation Society. Semoga mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka butuhkan sehingga kita bisa mengenal lebih jauh burung ini dan mempekenalkan mereka dimata dunia.


Salah Satu Burung Endemik Sumatera Utara

 
Kalian tahu dari mana asal burung yang satu ini? Luar  negerikah? Kalian salah, burung ini merupakan fauna khas yang berasal dari Pulau Sumatera. Dan dari segala jenis burung, Burung Beo merupakan salah satu yang paling unik. Mengapa begitu? Ini dikarenakan spesies ini mampu berbicara dengan cara mengulang perkataan manusia yang didengarnya. Subhanalah Waaww banget kan... J

          Di bumi pertiwi kita sendiri, salah satu provinsi yang dianugerahi kekayaan endemik Beo adalah Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara. Betapa beruntung pulau ini karena memiliki salah satu jenis burung pintar ini. Dan bahkan, Beo dari Nias ini tidak hanya mampu menirukan ucapan Anda, melainkan juga suara – suara lain yang didengarnya. Karena kecerdasannya, burung ini menjadi identitas Sumatera Utara. Maka dari itu tidak heran jika burung Beo Nias termasuk jenis Beo paling dicari di Indonesia.
Burung  ini dilindungi oleh negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970. Ia mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis burung beo lainnya. Bagi orang awam yang tidak mengerti tentang burung beo, mungkin melihat burung Beo Nias ini tidak ada bedanya dengan burung beo lainnya, namun bagi Anda penggemar mereka tentu akan mudah membedakannya karena tubuh burung Beo Nias terlihat lebih besar dan lebih gagah.

Inilah ciri-cirinya
Burung Beo Nias memiliki ciri yaitu pada bagian kepala memiliki bulu yang pendek. Di sepanjang cuping telinga menyatu di belakang kepala yang berbentuk gelambir (seperti jengger ayam) yang ada di telinga dan berwarna kuning mencolok. Di bagian sisi kepala dari burung Beo Nias terdapat juga sepasang pial yang berwarna kuning. Iris matanya berwarna coklat gelap. Paruhnya besar serta runcing dan memiliki warna kuning oranye. Pada bagian tubuhnya, tertutup bulu yang berwarna hitam pekat, namun di ujung sayap bulunya berwarna putih. Pada bagian kedua kakinya berwarna kuning dan memiliki jari kaki yang berjumlah empat. Tiga jari menghadap ke depan dan jari lainnya menghadap ke belakang.
Burung Beo Nias memiliki nama latin Gracula religiosa robusta atau Gracula robusta, hidup secara berkelompok atau berpasangan ini hanya bisa ditemui di Pulau Nias dan sekitarnya, seperti Pulau Babi, Pulau Simo, Pulau Tuangku dan Pulau Bangkaru. Biasanya burung Beo Nias membuat sarang mereka di batang pohon tinggi yang berdiri tegak dengan melubanginya. Bersama kelompoknya, Burung Beo Nias ini sangat suka tinggal di alam terbuka.
Burung jenis Beo Nias ini memiliki makanan kesukaan yaitu berupa buah-buahan, biji-bijian, dan juga serangga. Dalam berkembangbiak ia memiliki musim bertelur, yaitu antara bulan Desember hingga bulan Mei. Biasanya pohon-pohon yang sudah lapuk atau batang pohon tinggi yang masih berdiri tegak, menjadi tempat yang nyaman dipilih oleh para betina yang hendak bertelur ini. Biasanya betina burung beo yang mulai punah populasinya akan menelurkan 2 hingga 3 butir telur, dan mereka akan mengerami telur yang biasanya berwarna biru muda dengan bercak coklat dan ungu muda dengan ukuran telur yang rata-rata 26-37 mm ini selama kurang lebih tiga minggu lamanya.
Akan tetapi sayangkarena keunikannya, burung Beo Nias yang cantik ini terancam populasinya di dunia. Semakin banyaknya pemburu yang menginginkan burung ini berdampak pada berkurangnya jumlah dari burung yang didaftar sebagai Least Concern dalam IUCN Redlist dan CITES Apendiks II ini. Kasihan kan kalau kita kehilangan burung endemik yang cerdas ini. Oleh karena itu mari kita jaga populasi mereka agar burung ini tidak punah, karena kita bisa sangat menyesal jika mereka punah.

Sumber:  

Elang Flores

Kingdom   : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas        : Aves
Ordo        : Falconiformes
Famili       : Accipitridae
Genus       : Spizaetus
Species    : Spizaetus floris.
Kenalkah kalian burung yang satu ini? Pasti banyak dari kalian yang mengenal burung  yang satu ini. Predator yang satu ini sering muncul dalam soal-soal yang berkaitan dengan rantai makanan. Kali ini akan aku bahas salah satu burung dari family Accipitridae ini tetapi yang berasal dari negeriku tercinta Indonesia. Selamat membaca J
Burung Elang Flores merupakan salah satu jenis raptor (burung pemangsa) endemik yang dimiliki Indonesia. Tetapi elang flores yang merupakan burung pemangsa endemik flores (Nusa Tenggara) ini kini menjadi raptor yang paling terancam punah disebabkan populasinya yang diperkirakan tidak melebihi 250 ekor sehingga masuk dalam daftar merah (IUCN Redlist) sebagai Critically Endangered (Kritis). Status konservasi dan jumlah populasi ini jauh di bawah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang status konservasinya Endangered (Terancam).
Burung ini dalam bahasa inggris dikenal sebagai Flores Hawk-eagle. Dalam bahasa ilmiah (latin) dikenal sebagai Spizaetus floris. Elang flores (Spizaetus floris) semula dikelompokkan sebagai anak jenis (subspesies) dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dengan nama ilmiah (Spizaetus cirrhatus floris). Tetapi mulai tahun 2005, elang flores ditetapkan sebagai spesies tersendiri. Dan saat itu pula, elang flores yang merupakan raptor endemik Nusa Tenggara dianugerahi status konservasi Critically Endangered.
Inilah ciri-cirinya
Elang ini mempunyai ukuran tubuh yang sedang, dengan tubuh dewasa berukuran sekitar 55 cm. Pada bagian kepala berbulu putih dan terkadang mempunyai garis-garis berwarna coklat pada bagian mahkota. Tubuhnya coklat kehitam-hitaman. Sedangkan dada dan perut raptor endemik flores ini ditumbuhi bulu berwarna putih dengan corak tipis berwarna coklat kemerahan. Ekor elang flores berwarna coklat yang memiliki garis gelap sejumlah enam. Sedangkan kaki burung endemik ini berwarna putih.
Seperti jenis burung pemangsa lain, elang yang tubuh bagian bawahnya berwarna putih ini menyukai hutan dataran rendah dan submontana hingga ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Teknik memangsanya yang mudah terlihat adalah berburu dari tenggeran dan terbang mengangkasa memanfaatkan aliran udara panas (thermal soaring).
Elang ini merupakan raptor (burung pemangsa) endemik Nusa Tenggara yang hanya dapat ditemukan di pulau Flores, Sumbawa, Lombok, Satonda, Paloe, Komodo, dan Rinca. Burung ini biasa mendiami hutan-hutan dataran rendah dan hutan submontana hingga ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut.
        Kecenderungan populasinya yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkannya sebagai jenis “satu langkah menuju kepunahan” (Critically Endangered/CR). Pemerintah sendiri menetapkan burung ini sebagai jenis dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tetapi nama resmi genus Elang Flores kini berubah dari Spizaetus menjadi Nisaetus. Sehingga nama latin hewan ini yang resmi adalah Nisaetus floris. Di Indonesia, beberapa jenis Nisaetus yang kita kenal selain elang Flores adalah elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang wallace (Nisaetus nanus), elang brontok, elang gunung (Nisaetus alboniger), dan elang sulawesi (Nisaetus lanceolatus). Semoga kita bisa mempertahankan keberadaan raptor kebanggaan bumi ini agar mereka tidak punah. Sehingga kita bisa terus melihatnya berada di bumi pertiwi ini.

Sumber: